Tahun ini di bulan ramadhan yang penuh kehangatan keluargaku tak lagi hangat seperti tahun-tahun sebelumnya. Terutama di awal tahun ini, musibah satu-per satu mendera keluargaku. Ayah, tlah meninggalkan kami untuk selama-lamanya.. ini merupakan goncangan untuk keluarga kami. Jika biasanya dalam berbuka puasa beliau selalu duduk di sampingku, kini tak lagi. Kerinduan yang teramat sangat dalam mengenang sosoknya yang tegar, kuat, dan tak banyak keluh kesah. Yap, sosok yang kurindukan untuk mendekap, memeluk erat bayangnya saja
Hingga akhirnya pada lebaran kali
ini kami harus menentukan budaya keluarga yang baru tanpa ayah. Jika biasanya
kami selalu ke rumah nenek dari ibu dengan bersama-sama, kini hanya aku dan
kakak yang harus ke sana menggantikan peran ibu dan ayah. Lalu, ibuku sendiri
harus menjaga rumah serta merawat nenek dari ayah yang masih hidup. Rasanya
ingin menangis sejadi-jadinya jika mengingat tahun lalu ayah masih sehat,
bugar. Kini hilang dari pandangan, mungkin Allah sayang kepada ayah dengan
harapan supaya tidak melakukan dosa-dosa yang mempengaruhi timbangan amal
kebaikan.
“Allahu akbar…allahu akbar..allahuakbar
la ilahailallah… huallahu akbar…allahuakbar wa lillah ilham..”
Takbir dimalam ini menggema dengan
merdu nya, bersahut-sahutan di sudut desa kami.
“Ayo, berangkat zakat! Ntar keburu
kemalaman loh..udah di niati belum?” Suruh Ibuku
“Iya, bentar lagi dandan nih!,
belum”
“Yaudah aku niat duluan aja”
“Nawaitu an ukhrija zakatal fitri
anafsi fardhu lillahi ta’ala”
“Giliranku, Nawaitu an ukhrija
zakatal fitri anafsi fardhu lillahi ta’ala”
“Yuk, mbak” ajakku sambil
menghidupkan sepeda motor
“Yuk, Assalamu alaikum”
“Waalaikum salam”
Kami
pun berangkat zakat ke fakir miskin disekitar rumah kami. Biasanya ayah kami
ikut mengantar zakat bersama kakakku, tapi kini aku dan kakak yang menggantikan
peran ayah. L
Sepulang
zakat aku membantu ibu mempersiapkan jajanan hari raya esok. Di sela sela
kesibukan kami ibu terdiam dan berkata:
“Besok
bagaimana ya? Kita bisa nggak tanpa ayah? Sungkeman nggak ada ayah lagi…” mata
ibu sambil berkaca-kaca
“Sudah
lah buk.. kita pasti bisa kok.. Kita harus kuat” kata kakak
“Iya
buk..ya walau belum terbiasa” timpalku
“Iya,
kita lihat bagaimana besok kita berlebaran tanpa ayah ya,” kata ibuku pasrah
Kami
pun fokus lagi merapikan tatanan toples-toples jajan lebaran yang ditaruh di
meja. Hampir 2 jam kami berkutat dengan toples yang berisi camilan serba enak
itu. Jam menunjukkan pukul 21.30 lalu kamipun memutuskan untuk beristirahat,
karena esoknya kami harus bersiap untuk menunaikan
sholat Idul fitri di masjid dekat rumah kami. Dengan moment yang sangat berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya.
Tanpa
Ayah.
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar