Oleh : Dhiyana Nur Auliya
Sari
Aku adalah seorang
gadis yang ceroboh sekaligus pelupa,
disetiap hari-hariku selalu terjadi kenakalan-kenakalan kecil yang tidak
sengaja kulakukan. Hal ini memicu Ibuku untuk mengomeliku dipagi-pagi hari,
untuk sekedar mengingatkanku atau memarahiku. Akupun tak ada kapok-kapoknya
untuk melakukan hal serupa dan bahkan tak menyurutkan niat ibu untuk senantiasa
menasihatiku lagi dan lagi. Ayahpun hanya mampu geleng-geleng kepala melihat
sifatku yang pelupa dan terkesan ‘dablek’.
Siang
hari,sepulang sekolah. Matahari terlalu terik menyinari bumi ini, sehingga
tetesan keringatpun mengucur dan terasa panas. Hari ini aku tidak dijemput. Ya,
karena ayahku ada keperluan diluar kota. Dan akupun terpaksa untuk membawa
sepeda miniku. Hasil jeripayah mengumpulkan uang tabunganku.
“Na!
bangun, nanti kesiangan lho..” Teriak Ibuku mengguncang kesepian dipagi hari
“Hmm..”
gumamku singkat. Lalu derap kaki langkah kecilpun terdengar, adikku Cahya.
“Mbak,
ayo bangun…” ucapnya seraya mengguncang-guncang tubuhku.
“Aduh,
iya..iya! mbak bangun nih!” bentakku dengan melemparkan tangannya. Akupun
beranjak meninggalkan kamarku dan melangkah pergi. Adikku yang kagetpun segera
mengikuti langkahku dibelakang dan melapor kepada Ibu. Di dapur, ibuku sudah
melototiku dengan berkata kalau aku harus membawa sepeda lagi untuk yang kedua
kalinya. Akupun marah-marah dan tidak terima.
“Aduh!
Aku tuh capek bu!, dari rumah kesekolah tuh 10 kilometer! Kemarin aja kakiku
udah pegal-pegal!” ocehku
“Lho,
mau gimana lagi, ayahmu kan emang belum datang. Ya,kamu harus sabar nak!”
“Tapi,
aku….” Perkataanku terpotong
“Sudahlah!,
kesiangan lho ntar!”
“Ckck..selalu!”
jawabku kesal
***
Disekolah aku selalu disambut
ramah oleh tugas yang menumpuk, ulangan dadakan, dan … tugas piket. Yah, hari
selasa adalah piketku. Dan kali ini aku telat, tiba disekolahpun pukul 06.55
dan secara otomatis aku di omeli oleh teman-teman.
“Aduh,yana..lagi-lagi kamu
telat!, kapan sih kamu itu nggak telat?” kata Arin salah satu temanku
“Ya..maaf deh,kan aku hari ini
lagi gak diantar sama ayahku, kan aku tadi naik sepeda. Kamu saja liat aku
waktu dijalan” elakku
“Hmm..iya ya..yaudah cepetan
piket, ntar bu guru datang lagi”
“Iya ,iya “ jawabku
Disekolah,
konsentrasi belajarku pecah karena rasa sakit dibadanku sudah mulai terasa, sepanjang pelajaran aku
lemas dan tidak bersemangat. Namun, temanku sudah menganjurkan untuk ke UKS ,
tapi aku menolak.
Tiada
terasa, bel tanda pulang sekolah berbunyi. Akupun bergegas memasuki parkiran
dipojok sisi sekolah. Dan segera membonceng sepedaku. Aku mengayuh sepeda
dengan terengah-engah. Maklum, jalan menuju rumah sedikit menanjak. Dari
situlah, timbul rasa sebalku kepada kedua orangtuaku yang sedikit tidak adil,
karena tidak seperti para orangtua dari teman-temanku yang memberikan izin
anak-anaknya untuk membawa sepeda motor kesekolah. Hingga setiba didepan rumah,
aku turun dari sepeda dan membawanya masuk dengan tergesa-gesa.
“Assalamu
alaikum!”
“Waalaikum
salam” sahut suara dari dalam rumah. Itu adalah suara Ibu yang sedang menina
bobokkan adikku yang masih TK.
“Jam
segini kok, udah pulang na” Tanya ibuku dari dalam kamar
“Iya,
tadi bapak dan ibu guruku ada rapat” jawabku singkat.Aku segera menuju kamar
dan segera melempar tasku yang melekat dipunggungku.
“Huff..capeknya”
batinku didalam hati. Aku segera merebahkan tubuh yang penuh penat dan
keringat. Segera ku raih Handphone yang kutaruh diatas meja belajarku. Ku
mainkan musik mp3, hingga akhirnya tanpa kusadari aku terlena dengan buaian
lagu-lagu yang keluar dari audio handphone-ku.
***
Jam
menunjukkan pukul 16.00 WIB. Aku terbangun mendengar omelan ibu yang menyuruhku
untuk segera mengambil jemuran pakaian dibelakang rumah.
“Yana!..yana!
bantu ibu mengangkat jemuran! Hujan akan segera turun! Ayo cepat!” teriak ibuku
dari belakang
“Huh! Ada apa sih! Ganggu orang tidur aja!”
omelku didalam hati. Lalu segera kujawab
“iya..iya! ini juga lagi jalan!”
Segera
ku raih pakaian-pakaian yang tergantung diatas tali tambang,tempat jemuran pakaian
dikeringkan. Lalu dengan wajah cemberut kutemui Ibu yang sedang
terengah-terengah membawa setumpuk pakaian dikeranjang. Dan menyerahkan
pakaian-pakaian itu kepada Ibu. Lalu berkatalah ibu:
“Huh..hampir
saja, kamu sih tidur saja, gak kenal waktu!”
“Lho?
Emang salah aku tidur?, lagipula aku tidur juga karena ketiduran. Lagian, capek
tau!.Ibu tuh selalu gak ngertiin aku! Aku aja yang disuruh-suruh! Capek
buk..capek!” Bentakku pada ibu yang setengah menghiraukan perkataanku yang
kasar terhadapnya.
Aku
berlalu meninggalkan Ibu yang sibuk dengan pakaian-pakaiannya. Lalu ku menuju
kamar dan segera kukenakan headset dan memutar lagu mp3 dari handphone-ku. Ku
tutup pintu dengan kerasnya, lalu ku letakkan tubuhku diatas kasur yang empuk.
Tiba-tiba
pintu masuk yang terkuncipun digedor oleh seseorang dari luar sana. Lalu
terdengar suara teriakan
“Na!
Tolong Bukakan pintunya sekarang!” teriak ayahku yang sedang kehujanan diluar
rumah.
Lalu
aku beranjak dan membukakan pintu seraya menjawab “Iya sebentar”
“Cklek”
pintu pun terbuka
Akupun
menyalami ayah yang baru pulang dari luar kota. Lalu ibu pun menyambut
kedatangan ayah. Melihat keberadaanku, tak kusangka, ucapan itupun terlontar
dari mulut ibu.
“Tidak
apa-apa nak, kamu membentak ibu, memang ibu ditakdirkan untuk pasrah dan selalu
disalahkan. Jika kamu keberatan ibu dirumah ini, biarkan ibu pergi sementara
waktu dirumah kakek dan nenekmu sekedar untuk melepas penat” air matapun mengalir di pipinya. “Maafkan ibu
jika ibu banyak salah , dan tidak bisa ngertiin kamu nak. Ibu memang cerewet,
maafkan ibu.”
Lalu
akupun kaget, tak kusangka perkataanku yang asal terucap itu telah menyakiti
hati ibu terlalu dalam. Karena tadinya kukira ibu tidak seberapa menganggapnya
serius. Akupun merasa bersalah terhadapnya.
“Nggak
bu, jangan.. maafin aku bu..aku terlalu egois dan terbawa emosi tadi” akupun
menangis dan bersujud memegangi telapak kaki kirinya. Ayah yang kebingungan pun
memecah suasana
“Lho?
Ada apa ini?“ pandangan ayahpun mengarah kepadaku “Yana! Kamu barusan membentak
ibu ya?, kamu nggak ngerti dosa ya! Ayo minta maaf!” bentak ayah
“Nggak
yah.. ampun! Aku tadi cuma…” penjelasanku pun terpotong.
“Sudahlah
nak..itu memang nasib ibu, selalu disalahkan dan diperlakukan layaknya
pembantu. Ini memang kesialan ibu” butiran airmata semakin mengucur di pelupuk
mata ibuku.
Aku
semakin dan semakin merasa sedih dan marah pada diriku sendiri. Namun
berangsur-angsur semakin ku memohon permintaan maaf dari ibu dan menahan
kakinya untuk tetap tinggal, maka semakin tenang pula ibu dan tidak lagi ingin
pergi dari rumah. Ibu pun juga ikhlas memaafkan perkataanku yang telah menusuk
perasaannya. Aku juga berjanji untuk tidak mengulanginya.
Jika
mengingat semua jasa ibu yang telah merawatku semenjak ada dikandungannya
hingga kini yang mengurusi pekerjaan rumah tangga dari memasak, membersihkan
rumah,mencuci baju, hingga mengurusi keuangan keluarga. Sungguh tidak dapat
terhitung semua pengorbanan yang dilakukan ibuku terhadap keluargaku. Ibuku
memang benar cerewet terhadapku namun semata-mata itu juga demi kebaikanku kini
dan nanti. Juga, lebih mengerti dan selalu memperdulikan keadaanku dibandingkan
orang lain yang belum tentu ingin mendengarkan kata hatiku.
Semenjak
kejadian itu pula, hubungan antara aku dan ibupun menjadi lebih baik dan lebih
terbuka. Ibu pun mau menerima curahan permasalahanku dan sebaliknya aku juga
mampu menerima curahan perasaan ibu. Karena keterbukaan itulah suatu keluarga
menjadi penuh kehangatan dan keharmonisan. Layaknya lagu yang kudengungkan di
Handphoneku. Berjudul “Number One for Me” milik Maher Zain. Ibu adalah hal
terbesar yang berpengaruh dalam hidupku. Dan takkan ada artinya jika itu tanpa
kehadiran ibu.
-Selesai-

Tidak ada komentar:
Posting Komentar